"people need healthy landscape to thrive and survival"
Landscape based conservation work is a collective-collaborative -collegiality work, cross multi- stakeholder interest, cross production and natural landscape and cross-disciplinary science. Conservation work success be determined by how effectively the work of stakeholder can be guarded, both with civil society, along with bureaucrats in the province, district, village, religious institutions, customary institutions, hamlet, clan, both formal or informal local leader , business actors in various fields. Forest dependent communities are appropriately positioned as part of the conservation area management solution. They should be and are appropriately treated as subjects with a more humanity. They are part of the nation and is entitled to achieve equitable prosperity. They should be involved in every stage of the process of forest management or protected areas management . To make happen "mental transformation" in all components of nation, including the reform of the "government bureaucracy engine"
Thursday, 2 June 2011
Keanekaragaman Hayati Taman Nasional Batang Gadis Versus Pertambangan Emas Sihayo Gold Ltd/Sorikmas Mining
Pertambangan Emas dan Pemusnahan Keanekaragaman Hayati di Taman Nasional Batang Gadis dan Konsekuensi Hukumnya
Erwin A Perbatakusuma, Luhut Sihombing , Didi Wurjanto, Erwin S Widodo dan Abu Hanifah Lubis
PENDAHULUAN
Indonesia memiliki posisi penting dalam peta keanekaragaman hayati di dunia, karena Indonesia adalah menduduki peringkat kedua dari sepuluh negara di dunia yang mempunyai keanekaragaraman hayati tertinggi di dunia (Mittermeier, dkk, 1997). Dan negara Indonesia memiliki kewajiban untuk melakukan konservasi dan pemanfaatan berkelanjutan dari keanekaragaman hayati, sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-
undang No. 5 Tahun 1994 tentang Pengesahan Konvensi Perserikatan Bangsa Bangsa tentang Keanekaragaman Hayati. Disisi lain Indonesia yang kini memiliki lebih dari 500 spesies satwa dan 58 jenis tumbuhan dilindungi dan terancam punah, sebagaimana dalam Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa.
Tetapi, aktivitas manusia telah menghilangkan keanekaragaman hayati dalam jumlah yang sulit diukur dan tidak dapat diprediksi nilai kerugian sosial, ekonomi dan ekologisnya. Diperkirakan 15 - 20 % dari 10 juta sampai 30 juta spesies tumbuhan dan satwa di dunia punah antara tahun 1980 sampai 2000. Ditaksir ratusan jenis akan punah setiap hari dalam 20 - 30 tahun yang akan datang. Hilangnya habitat masih merupakan penyebab utama kepunahan keanekaragaman hayati. Ironisnya kepunahan tertinggi justru menimpa daerah tropis, yang merupakan pusat keanekaragaman hayati dunia di mana dua pertiga kekayaan keanekaragaman hayati dunia berada (Ledec and Goodland, 1992).
Erwin A Perbatakusuma, Luhut Sihombing , Didi Wurjanto, Erwin S Widodo dan Abu Hanifah Lubis
PENDAHULUAN
Indonesia memiliki posisi penting dalam peta keanekaragaman hayati di dunia, karena Indonesia adalah menduduki peringkat kedua dari sepuluh negara di dunia yang mempunyai keanekaragaraman hayati tertinggi di dunia (Mittermeier, dkk, 1997). Dan negara Indonesia memiliki kewajiban untuk melakukan konservasi dan pemanfaatan berkelanjutan dari keanekaragaman hayati, sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-
undang No. 5 Tahun 1994 tentang Pengesahan Konvensi Perserikatan Bangsa Bangsa tentang Keanekaragaman Hayati. Disisi lain Indonesia yang kini memiliki lebih dari 500 spesies satwa dan 58 jenis tumbuhan dilindungi dan terancam punah, sebagaimana dalam Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa.
Tetapi, aktivitas manusia telah menghilangkan keanekaragaman hayati dalam jumlah yang sulit diukur dan tidak dapat diprediksi nilai kerugian sosial, ekonomi dan ekologisnya. Diperkirakan 15 - 20 % dari 10 juta sampai 30 juta spesies tumbuhan dan satwa di dunia punah antara tahun 1980 sampai 2000. Ditaksir ratusan jenis akan punah setiap hari dalam 20 - 30 tahun yang akan datang. Hilangnya habitat masih merupakan penyebab utama kepunahan keanekaragaman hayati. Ironisnya kepunahan tertinggi justru menimpa daerah tropis, yang merupakan pusat keanekaragaman hayati dunia di mana dua pertiga kekayaan keanekaragaman hayati dunia berada (Ledec and Goodland, 1992).
Subsidi Ekologis Taman Nasional Batang Gadis Vs Ekonomi Tambang Emas Sorikmas Mining/Sihayo Gold
Subsidi Ekologis Taman Nasional Batang Gadis : Memberdayakan Pertumbuhkan Ekonomi dan Menjaga Kelangsungan Sumber Penghidupan Masyarakat Di Kabupaten Mandailing Natal
Erwin A Perbatakusuma, Amru H Daulay, Budi Ismoyo, Luhut Sihombing, Didi Wurjanto, Erwin S Widodo, Abu H. Lubis dan Lelyana Midora
PENDAHULUAN
Taman Nasional Batang Gadis (TNBG) dengan luas 108.000 hektar mengandung nilai ekonomi yang sangat tinggi dalam menciptakan proses pembangunan ekonomi lintas generasi dan kelangsungan sumber penghidupan masyarakat luas di Kabupaten Mandailing Natal (Madina). Selain adanya kekuatan komitmen konservasi dari Pemerintah Daerah dan masyarakat di Madina, nilai kekayaan dan keunikan keanekaragaman hayati dan ekosistemnya yang tinggi, aspek kandungan nilai ekonomi jangka panjang juga menjadi pertimbangan utama
Erwin A Perbatakusuma, Amru H Daulay, Budi Ismoyo, Luhut Sihombing, Didi Wurjanto, Erwin S Widodo, Abu H. Lubis dan Lelyana Midora
PENDAHULUAN
Taman Nasional Batang Gadis (TNBG) dengan luas 108.000 hektar mengandung nilai ekonomi yang sangat tinggi dalam menciptakan proses pembangunan ekonomi lintas generasi dan kelangsungan sumber penghidupan masyarakat luas di Kabupaten Mandailing Natal (Madina). Selain adanya kekuatan komitmen konservasi dari Pemerintah Daerah dan masyarakat di Madina, nilai kekayaan dan keunikan keanekaragaman hayati dan ekosistemnya yang tinggi, aspek kandungan nilai ekonomi jangka panjang juga menjadi pertimbangan utama
Subscribe to:
Posts (Atom)