Landscape based conservation work is a collective-collaborative -collegiality work, cross multi- stakeholder interest, cross production and natural landscape and cross-disciplinary science. Conservation work success be determined by how effectively the work of stakeholder can be guarded, both with civil society, along with bureaucrats in the province, district, village, religious institutions, customary institutions, hamlet, clan, both formal or informal local leader , business actors in various fields. Forest dependent communities are appropriately positioned as part of the conservation area management solution. They should be and are appropriately treated as subjects with a more humanity. They are part of the nation and is entitled to achieve equitable prosperity. They should be involved in every stage of the process of forest management or protected areas management . To make happen "mental transformation" in all components of nation, including the reform of the "government bureaucracy engine"

Saturday 21 May 2011

FAKTA TIDAK TERBANTAHKAN HUTAN SUMATERA

  • Sumatera adalah satu-satunya tempat di dunia di mana spesies kharismatik yang terancam punah seperti  harimau, gajah, badak dan orangutan hidup  berdampingan  
  • Sumatera adalah bagian "ring of fire" (cincin gunung berapi) dan lokasi gugusan patahan tektonik paling aktif  di dunia yang kerapkali menimbulkan bencana vulkanik dan tektonik dengan korbanan jiwa dan nilai kerugian finansial yang tinggi. Dibalik ini semua ini, Sumatera merupakan sumber energi terbarui geotermal terbesar di Indonesia, karena posisinya di "ring of fire".
  • Sumatera merupakan rumah dari hutan dengan keanekaragaman tanaman terbesar dari hutan dataran   rendah lain yang pernah diteliti, seperti di Taman Nasional Tesso Nilo dan Taman Nasional Batang Gadis
  • Sumatera kemungkinan besar menempati tingkat deforestasi tertinggi di dunia.
  • Sumatera telah kehilangan 48 persen atau 12 juta hektar lebih hutannya sejak tahun 1985.
  • Sumatera memiliki 9 'lanskap konservasi harimau' yang diidentifikasi oleh para ahli sebagai habitat penting   harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae)
  • Sumatera adalah tempat satu-satunya di dunia yang tersisa  bagi orangutan Sumatera (Pongo abelli) 
  • Sumatera adalah rumah dari dua pabrik bubur kertas terbesar di dunia yaitu APP dan APRIL.
  • Sumatera adalah lokasi pertama dan tempat  ekspansi perkebunan kelapa sawit terbesar di Indonesia
  • Hutan rawa gambut Sumatera diperkirakan mengandung cadangan karbon terbesar di Asia Tenggara.

LANSEKAP HUTAN SUMATERA DITENGAH KETIDAKPASTIAN MASA DEPAN

Sumatera adalah pulau keenam terbesar di dunia dan pulau kedua terbesar di Indonesia setelah pulau Borneo. Pulau ini mempunyai hutan yang kayak akan keanekaragaman hayatinya. Sekitar 218 jenis tanaman vaskuler
ditemukan di dalam area seluas 200 meter persegi di hutan dataran rendah lanskap Tesso Nilo di Riau dan 221 jenis di Taman Nasional Batang Gadis di Sumatera Utara, yang berarti dua kali banyaknya jenis tanaman yang ditemukan luas areal yang sama di Amazon atau hutan lain yang telah diteliti. Tidak ada hutan lain yang bisa menyamai kekayaan hayati hutan Tesso Nilo. Sumatera juga kaya dengan tanaman endemik atau tanaman yang tidak ditemukan di tempat lain di dunia, termasuk spesies-spesies unik dan eksotik seperti bunga tertinggi di dunia, Titan Arum (Amorphophallus titanum). Disamping itu kaya sebagai gudang bahan baku obat-obatan, misalnya di Taman Nasional Batang Gadis ditemukan 1.500 mikroba yang bermanfaat sebagai bahan baku obat-obatan dan pangan masa depan.Hutan-hutan ini juga penting untuk melindungi lahan gambut tebal yang terbentang di bawahnya, terutama di daerah pantai timur pulau Sumatera.

Walaupun demikian, Sumatera menempati rangking tertinggi dalam hal  ancaman kerusakan hutan, bukan hanya di Indonesia, tetapi juga di dunia dikarenakan transmigrasi, produksi kertas dan kelapa sawit, dan pembangunan lainnya Antara 1985 sampai 2001, pulau ini kehilangan 12 juta hektar hutan alam atau kehilangan 48% dalam 22 tahun terakhir. Pada tahun 2007, Pulau Sumatera hanya mempunyai 30% tutupan hutan (13 juta hektar). Dataran rendah di sebelah timur pegunungan sumatera terutama berada dalam resiko
besar akan kepunahan. Beberapa wilayah di sana telah kehilangan 70% tutupan hutan alamnya dan hampir hilang untuk selamanya. 


Beberapa tahun belakangan, hilangnya hutan alam didorong oleh ekspansi perkebunan pohon kertas dan kelapa sawit. Hal ini mendorong beberapa spesies kunci seperti gajah, harimau, dan badak sumatera menuju kepunahan, dan juga turut menyumbangkan emisi gas rumah kaca yang sangat signifikan ke lapisan atmosfir baik dari hilangnya hutan alam itu sendiri dan juga dari gambut yang dibersihkan. Kebakaran hutan dan lahan yang dipakai untuk membersihkan lahan di Sumatera, asapnya telah sampai batas-batas negara dan  menyelimuti Asia Tenggara selama beberapa tahun dan menyebabkan hilangnya beberapa potensi ekonomi di negara-negara tersebut.

Pemadaman listrik yang merugikan secara finansial juga menjadi lebih sering karena mayoritas  pembangkit listrik di Sumatera bergantung pada persediaan air yang lambat laun semakin berkurang dikarenakan hilangnya hutan alam di sepanjang daerah aliran sungai. 

Fakta diatas  menunjukan, bahwa  penting dan mulai sekarang diperlukan tindakan  menjaga hutan alam yang tersisa dan memulihkan fungsi ekosistim di Pulau Sumatera. Bila tidak, semakin meningkatnya kejadian bencana besar yang kita tidak  dapat ramalkan kedatangannya.