Landscape based conservation work is a collective-collaborative -collegiality work, cross multi- stakeholder interest, cross production and natural landscape and cross-disciplinary science. Conservation work success be determined by how effectively the work of stakeholder can be guarded, both with civil society, along with bureaucrats in the province, district, village, religious institutions, customary institutions, hamlet, clan, both formal or informal local leader , business actors in various fields. Forest dependent communities are appropriately positioned as part of the conservation area management solution. They should be and are appropriately treated as subjects with a more humanity. They are part of the nation and is entitled to achieve equitable prosperity. They should be involved in every stage of the process of forest management or protected areas management . To make happen "mental transformation" in all components of nation, including the reform of the "government bureaucracy engine"

Saturday 18 June 2011

CONSERVATION AT KEY LANDSCAPE AREAS IN NORTHERN SUMATRA BIODIVERSITY CORRIDOR

STRENGTHENING BIODIVERSITY CONSERVATION AT KEY LANDSCAPE AREAS IN NORTHERN SUMATRA BIODIVERSITY CORRIDOR (DAIRI FOREST BLOCK – BATANG TORU FOREST BLOCK AND BATANG GADIS NATIONAL PARK)


Erwin A. Perbatakusuma, Jatna Supriatna, Iwan H Wijayanto, Herwasono Soedjito,  Abdulhamid Damanik, Khairul Azmi, M. Chandarwarahan Arif and Abu H Lubis


EXECUTIVE SUMMARY

Dalam kurun waktu dua tahun telah dilakukan kegiatan konservasi yang didanai oleh GITI Tires oleh Conservation International – Program Sumatera. Lokasi kegiatan difokuskan di Provinsi Sumatera yang meliputi kawasan hutan yang nilai biodiversitas tinggi seperti Kawasan Batang Toru di Kabupaten Tapanuli Selatan, Taman Nasional Batang Gadis di Kabupaten Mandailing Natal dan Hutan Dairi – Simbuatan Selatan – Puncak Sidiangkat di Kabupaten Dairi.

Tuesday 14 June 2011

MENGARUSTAMAKAN PENGELOLAAN DAN PENGEMBANGAN DAERAH PENYANGGA DALAM KONSERVASI TAMAN NASIONAL BATANG GADIS


MENGARUSTAMAKAN PENGELOLAAN DAN PENGEMBANGAN
DAERAH PENYANGGA DALAM KONSERVASI
TAMAN NASIONAL BATANG GADIS [1]

Erwin A  Perbatakusuma,  Erwin S Widodo,
dan  Abu Hanifah  Lubis  dan Abd. Rajab Pasaribu


A.  PENDAHULUAN

1.            Kepentingan Melindungi Taman Nasional Batang Gadis

Kawasan hutan alam seluas 108.000 hektar di Kabupaten Mandailing Natal (Madina atas prakarsa dan dorongan komitmen kuat dari  Pemerintah Daerah dan masyarakat telah ditunjuk sebagai Kawasan Pelestarian Alam dengan nama Taman Nasional Batang Gadis (TNBG) oleh Keputusan Menteri Kehutanan No. SK.126/ Menhut-II/2004. Komitmen politik Pemerintah Kabupaten Madina tersebut perlu dilanjutkan dengan berbagai upaya kontruktif guna mendukung  kelestarian Taman Nasional, agar kemanfaatan jangka panjangnya dapat  memenuhi kebutuhan     lintas generasi.

Thursday 2 June 2011

PETA TUTUPAN HUTAN DAN DEFORESTASI PULAU SUMATERA BAGIAN UTARA

Sumber : Conservation International

Keanekaragaman Hayati Taman Nasional Batang Gadis Versus Pertambangan Emas Sihayo Gold Ltd/Sorikmas Mining

Pertambangan Emas dan Pemusnahan Keanekaragaman Hayati di Taman Nasional Batang Gadis dan Konsekuensi Hukumnya  


Erwin A Perbatakusuma, Luhut Sihombing , Didi Wurjanto,   Erwin S Widodo dan Abu Hanifah Lubis   

PENDAHULUAN

Indonesia memiliki posisi penting dalam peta keanekaragaman hayati di dunia, karena  Indonesia adalah menduduki peringkat kedua dari sepuluh negara di dunia yang mempunyai keanekaragaraman hayati tertinggi di dunia (Mittermeier, dkk, 1997). Dan negara Indonesia memiliki kewajiban untuk melakukan konservasi dan pemanfaatan berkelanjutan dari keanekaragaman hayati, sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-
undang No. 5 Tahun 1994 tentang Pengesahan Konvensi Perserikatan Bangsa Bangsa tentang Keanekaragaman Hayati. Disisi lain  Indonesia yang kini memiliki lebih dari 500 spesies satwa dan 58 jenis tumbuhan dilindungi dan terancam punah, sebagaimana dalam Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa.

Tetapi, aktivitas manusia telah menghilangkan keanekaragaman hayati dalam jumlah yang sulit diukur dan tidak dapat diprediksi nilai kerugian sosial, ekonomi dan ekologisnya. Diperkirakan 15 - 20 % dari 10 juta sampai 30 juta spesies tumbuhan dan satwa di dunia punah antara tahun 1980 sampai 2000. Ditaksir ratusan jenis akan punah setiap hari dalam 20 - 30 tahun yang akan datang. Hilangnya habitat masih merupakan penyebab utama kepunahan keanekaragaman hayati. Ironisnya kepunahan tertinggi justru menimpa daerah tropis, yang merupakan pusat keanekaragaman hayati dunia di mana dua pertiga kekayaan keanekaragaman hayati dunia berada (Ledec and Goodland, 1992).

Subsidi Ekologis Taman Nasional Batang Gadis Vs Ekonomi Tambang Emas Sorikmas Mining/Sihayo Gold

Subsidi Ekologis Taman Nasional Batang Gadis : Memberdayakan Pertumbuhkan Ekonomi dan Menjaga Kelangsungan Sumber Penghidupan Masyarakat Di Kabupaten Mandailing Natal  

Erwin A Perbatakusuma, Amru H Daulay, Budi Ismoyo, Luhut Sihombing, Didi Wurjanto, Erwin S Widodo, Abu H. Lubis dan Lelyana Midora  

PENDAHULUAN  
Taman Nasional Batang Gadis (TNBG) dengan luas 108.000 hektar mengandung nilai ekonomi yang sangat tinggi dalam menciptakan proses pembangunan ekonomi lintas generasi dan kelangsungan sumber penghidupan masyarakat luas di Kabupaten Mandailing Natal (Madina). Selain adanya kekuatan komitmen konservasi dari Pemerintah Daerah dan masyarakat di Madina, nilai kekayaan dan keunikan keanekaragaman hayati dan ekosistemnya yang tinggi, aspek kandungan nilai ekonomi jangka panjang juga menjadi pertimbangan utama

Wednesday 1 June 2011

Kandungan Karbon Rawa Singkil dan Potensi Pengembangan Produk Jasa Lingkungan di Kabupaten Aceh Singkil dan Kota Subulussalam


Prospek dan Tantangan Perkebunan Kelapa Sawit Sebagai Sumber Bahan Bakar Nabati dan Mitigasi Dampak Perubahan Iklim


Perencanaan Konservasi Partisipatif untuk Pelestarian Hutan Batang Toru


STRENGTHENING BIODIVERSITY CONSERVATION AT KEY LANDSCAPE AREAS IN NORTHERN SUMATRA BIODIVERSITY CORRIDOR


KETIDAKLAYAKAN EKOLOGIS DAN EKONOMIS PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU: STUDI KASUS IUPHK PT. TELUK NAULI


Perencanaan Konservasi Partisipatif Batang Toru


Membangun Kolaborasi Strategi Konservasi Habitat Orangutan Sumatera di Ekosistem Batang Toru.


Konservasi Hutan Sarula Timur Provinsi Sumatera


Mengarustamakan Kebijakan Konservasi Biodiversitas dan Sistem Penyangga Kehidupan di Kawasan Hutan Alam Sungai Batang Toru Provinsi Sumatera Utara


Bersama Membangun Kolaborasi Pengelolaan Ekosistem Taman Nasional Batang Gadis


Deforestation, Conservation and Carbon Freindly Coffee in NorthernSumatra


CRITICAL ENDANGERED PRIMATES AS FLAGSHIP SPECIES TO REDUCE DEFORESTATION IN SUMATRAN FOREST


Dampak Lingkungan Pada Aras Keanekaragaman Hayati dan Nilai Ekonomi Jasa Lingkungan oleh Sihayo Gold Ltd di Kawasan Hutan Taman Nasional Batang Gadis


Wednesday 25 May 2011

The Batang Toru Forest Revisited



The Batang Toru Forest Revisited [1]

Erwin A Perbatakusuma, Bonni Dewantara and Iwan H Wijayanto [2]


1.  Background

The Batang Toru Forest Ecosystem (BTFE) consisted West and East Batang Toru Forest Range. The BTFE is located in North Sumatra Province south of the second world largest lake of Lake Toba. Roads separate West Batang from the East Sarulla area, in which orangutans also are found. Geographically, the BTFE is located at 980 50’ - 99018’ East Longitude and 10 26’ - 1 0 56’ North Latitude. The site is accessible from Medan, 1 hour by plane, and 10 – 12 hours by car. The Batang Toru is a water catchment area that encompasses four regencies : North Tapanuli, Central Tapanuli, Sibolga and South Tapanuli. Primary rain forest dominates the vegetation cover, which grows on steep hillsides with more than a 60-degree slope. Batang Toru holds at least six principal habitat types including moss forest (above 600 meter), hill side moist forest (dominant between 200 m -600 m), lowland, cliffs and talus slopes, secondary forest, and riparian forest. Total existing forest covers approximately 148,000 hectares.

Increasing pressures on forest resources and habitats, including loss and degradation of habitat through land clearing, threaten the remaining Batang Toru forest. In addition, this area includes Batang Gadis, Batang Toru

BAGAIMANA SEHARUSNYA, MENATA KAWASAN HUTAN LINDUNG YANG DIAKUI DAN BERMANFAAT BAGI PARA PIHAK ?


BAGAIMANA SEHARUSNYA,
MENATA KAWASAN HUTAN LINDUNG
 YANG DIAKUI DAN BERMANFAAT BAGI PARA PIHAK ? [1]

Erwin A Perbatakusuma,  Abdulhamid Damanik [2],
Oktavianus Zebua, dan Prawira [3]

PENDAHULUAN

Berdasarkan pengertian yang tertuang dalam Undang-undang No. 41 Tahun 1999, maka Hutan Lindung dijelaskan sebagai  kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan  memelihara kesuburan tanah. Karena kepentingannya untuk kelangsungan hidup kita bersama, maka kawasan hutan lindung dan hasil hutannya harus dilindungi terus-menerus. Perlindungan hutan merupakan upaya  untuk menghentikan, mencegah dan  membatasi kerusakan dan pemusnahan kawasan hutan dan hasil hutannya yang disebabkan  perbuatan manusia, ternak, kebakaran, daya-daya alam, hama, serta penyakit. Selain itu merupapakan upaya mempertahankan dan menjaga hak-hak negara, masyarakat, dan perorangan atas hutan, kawasan  hutan, hasil hutan, investasi serta perangkat yang berhubungan dengan pengelolaan hutan.

STRUKTUR VEGETASI DAN SIMPANAN KARBON HUTAN HUJAN TROPIKA PRIMER DI BATANG TORU, SUMATERA UTARA


STRUKTUR VEGETASI DAN SIMPANAN KARBON HUTAN HUJAN TROPIKA PRIMER DI BATANG TORU, SUMATERA UTARA
Vegetation structure and carbon stock of primary tropical rain forest at Batang Toru, North Sumatra

Onrizal1©, Ismail2, Erwin A Perbatakusuma3, Herwasono Sudjito3,
Jatna Supriatna3, Iwan H Wijayanto3
1Departemen Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara
2Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
3Conservation International Indonesia

Abstract
Deforestation and forest degradation contribute for 20 to 25 percent of annual total carbon dioxide (CO2) emissions and to be one of substantial factor of climate change or global warming. Avoided deforestation into carbon-market regime by reducing emission from deforestation and forest degradation (REDD) scheme has been agreed on COP 13 of UNFCCC that was held in Bali on December 2007. REDD application need reliable scientific basic about the amount of carbon storage in well managed natural forest. The aims of this research were to detect vegetation structure and to estimate aboveground biomass, carbon stock and CO2 absorption of primary tropical rain forest at Key Biodiversity Area of Batang Toru Forest Block, North Sumatra Province by existing allometric equation. We designed 20 sampling plots of 20 x 20 m in two forest area, i.e. Aek Game-game forest and Aek Silemes forest. All trees 5 cm at diameter at breast height (dbh) and above were measure and identified. From the study, the distribution of diameter class formed “L” curve which mean an indication as balanced forest. The aboveground biomass of the forest is 544.4 to 583.0 t/ha in Aek Silemes forest and 604.5 to 613.6 t/ha Aek game-game forest. It is equivalent with 272.2 to 291.5 t C/ha or 999.0 to 1,069.9 t CO2/ha in Aek Silemes forest and 302.2 to 306.8 t C/ha or 1,109.2 to 1,125.9 t CO2/ha in Aek game-game forest. More of carbon stock (>46% for Aek Silemes forest and >58% for Aek game-game forest) saved within dbh of trees 50 cm and above. Therefore, sustainable management of forest ecosystem is very important to reduce CO2 emission from deforestation and forest degradation and to improve the function of forest ecology and economy.
Keywords: aboveground biomass, carbon stock, CO2, primary tropical rain forest, Batang Toru-North Sumatra

Refleksi Deklarasi Kesepakatan Konservasi ”Tanjung Rompa” dan Usulan Rancangan Keputusan Bersama Badan Kerjasama Desa Pelestarian Hutan DAS Batang Toru


Refleksi Deklarasi Kesepakatan Konservasi ”Tanjung Rompa”
dan Usulan Rancangan Keputusan Bersama
Badan Kerjasama Desa Pelestarian Hutan  DAS Batang Toru[1]

Erwin A Perbatakusuma,  Abdulhamid Damanik dan Abu Hanifah Lubis[2]

1.            PENDAHULUAN
Hutan alam di kawasan Daerah Aliran Sungai Batang Toru yang meliputi tiga kabupaten (Tapanuli Selatan, Tapanuli Utara dan Tapanuli Tengah), telah diketahui merupakan kawasan penting bagi pelestarian keanekargaman hayati dan sistem pendukung kelangsungan sumber penghidupan masyarakat luas. Kawasan ini dikepung oleh kurang lebih 344.520 jiwa atau 81.870 Kepala Keluarga yang tergantung dan  menerima manfaat dari keberadaan dan kelestarian kawasan hutan ini, seperti ketersediaan air, keseimbangan iklim. Fakta ini menunjukan bahwa adanya karakter saling mempengaruhi dan saling ketergantungan antara kehudupan masyarakat sekitar hutan dengan kondisi kesehatan hutan alam.  

Peluang Partisipasi Masyarakat Melestarikan Hutan dan Kelangsungan Perkebunan Kopi Rakyat Melalui Skema Hutan Kemasyarakatan


Peluang Partisipasi Masyarakat Melestarikan Hutan dan
Kelangsungan Perkebunan Kopi Rakyat Melalui
Skema Hutan Kemasyarakatan[1]

Erwin A Perbatakusuma dan Abdulhamid Damanik [2]


1. Latar belakang

Kopi adalah komoditas pertanian terbesar di dunia yang diperdagangan secara legal. Komoditas ini ditanam di 16 kawasan dari 34 kawasan yang dikategorikan ’bidiversity hotspot” atau kawasan penting pelestarian keanekaragaman hayati yang paling terancam punah di dunia,  salah satu kawasan penting tersebut di  Indonesia  dikenal sebagai ”Sundaland Hotspot”  yang meliputi Pulau Sumatera. Saat ini, di Indonesia perluasan kawasan kebun kopi telah melampaui batas yuridis, merusak dan memusnahkan kawasan-kawasan kunci keanekaragaman hayati tersebut, seperti kawasan-kawasan Taman Nasional, hutan lindung. Dan kondisi ini tentunya akan mempercepat kemusnahan hidupan liar dan mengurangi kemampuan hutan alam untuk menghasilkan jasa-jasa lingkungan yang dibutuhkan umat manusia, khususnya masyarakat petani seperti ketersediaan air, penghasil oksigen, kesuburan tanah, ketersediaan satwa penyerbuk bunga, pemangsa hama atau pemencar biji tanaman budidaya seperti untuk tanaman kopi.

Peranan Hutan Alam, Wanatani Kopi dan Hutan Kemasyarakatan sebagai Penyimpan Karbon dalam Mengurangi Pemanasan Globa


Peranan Hutan Alam, Wanatani Kopi dan
Hutan Kemasyarakatan sebagai Penyimpan Karbon
dalam Mengurangi Pemanasan Global[1]

Erwin A Perbatakusuma dan Abdulhamid Damanik[2]


PENDAHULUAN

Pemanasan global sebagai akibat terjadinya perubahan iklim global merupakan bencana alam dan kebenaran yang tidak terbantahkan dan secara pasti menyusahkan bagi kita semua di saat ini dan masa akan datang ! Perubahan iklim global yang terjadi akhir-akhir ini disebabkan karena terganggunya keseimbangan energi antara bumi dan lapisan atmosfir. Keseimbangan

Monday 23 May 2011

Sumatera Adalah Bagian Ekosistim Kritis Global dan Pilihan Ruang Investasi Konservasi

Pendahuluan

Sumatera adalah satu pusat lokasi keanekaragaman hayati global – yaitu kawasan yang mempunyai lebih dari 60 persen keanekaragaman spesies terestrial didalam wilayah seluas 1,4 persen dari luas permukaan bumi.  Sumatera adalah bagian dari Hotspot Sundaland meliputi setengah bagian barat dari kepulauan Indonesia, yaitu suatu kelompok 17.000 pulau terhampar sepanjang 5.000 kilometer di katulistiwa dan terletak di antara benua Asia dan Australia. Hotspot ini mencakup beberapa pulau-pulau terbesar di dunia dan berbatasan dengan tiga hotspot lainnya: Wallacea di bagian timur, Indo-Burma di bagian barat, dan Filipina di bagian utara. Secara keseluruhan, keempat pusat lokasi ini merupakan satu dari dua konsentrasi terbesar keanekaragaman spesies darat dan air tawar di Bumi – sedangkan satu lagi terdapat di sebelah utara Amerika Selatan.

Saturday 21 May 2011

FAKTA TIDAK TERBANTAHKAN HUTAN SUMATERA

  • Sumatera adalah satu-satunya tempat di dunia di mana spesies kharismatik yang terancam punah seperti  harimau, gajah, badak dan orangutan hidup  berdampingan  
  • Sumatera adalah bagian "ring of fire" (cincin gunung berapi) dan lokasi gugusan patahan tektonik paling aktif  di dunia yang kerapkali menimbulkan bencana vulkanik dan tektonik dengan korbanan jiwa dan nilai kerugian finansial yang tinggi. Dibalik ini semua ini, Sumatera merupakan sumber energi terbarui geotermal terbesar di Indonesia, karena posisinya di "ring of fire".

Blog Archive